Kamis, 25 November 2010

Kisah sedih dan mengharukan, baca, yah!
Lagi lagi ayah memanggil Bayu. Aku cemas, ada apalagi dengan adikku yang satu ini. Apa mungkin permasalahan itu lagi?? Hmmm,,, ya sudah, terpaksa aku harus melangkahkan kaki menuju kamar adik kecilku itu.
“Bayu!! Kau dipanggil ayah lagi!”ucapku singkat dan berlalu dari depan pintu kamarnya. Bayu menyusul dibelakangku dan melontarkan satu pertanyaan singkat, “Ayah sudah pulang mbak?”
“Ya!” jawabku. “Dan kau membuat masalah lagi! Apa yang sudah kau lakukan? Selalu saja kau membuat suasana rumah ini suram!!!” bentakku kecil padanya. Bayu hanya terdiam dan segera berlari menuju ruang kerja ayah.
“Sudah berapa kali ayah bilang! Jangan suka mengotori barang barang ayah dengan tulisan tulisan itu!! Kalau kamu ingin belajar menulis, sudah ayah sediakan papan karya di ruang seni!!! Kamu lihat Bayu!! Lagi lagi ayah harus susah payah membersihan semua peralatan kantor ayah yang kamu coret! Bukan itu saja, hampir semua sekeliling ayah kamu kotori dengan tulisan itu!! Apa kamu hanya bisa menulis kata kata itu saja?? Tidak berubah! Apa yang sudah kamu pelajari di sekolah selama ini?? Kamu sudah 8 tahun dan ayah sekolahkan di sekolah yang terpandang.tapi apa yang kau tunjukkan pada ayah?? Hanya tulisan yang tak ada arti!! Sekarang kembali ke kamar, serahkan spidol dan alat tulis yang kamu gunakan untuk mengotori barang barang ayah!!” terdengar di telingaku bentakan ayah yang keras terhadap Bayu.
Ya...masalah itu lagi, aku bosan, tak ingin mendengar tapi kasihan juga dengan adik kecilku itu.
Bayu sering membuat ayah marah. Ia selalu menuliskan sebuah kata yang kurasa tak berarti yaitu ‘BACA’.
Ia tuliskan kata kata itu pada layar laptop ayah, jadi saat ayah membuka laptopnya, ia melihat tulisan dari spidol itu menempel tebal pada layar laptopnya. Untung saja, spidol itu bukan spidol permanen.
Ia juga sering menulis kata itu pada lantai teras di mana ayah selalu memakai sepatu apabila hendak berangkat bekerja. Pasti ayah membaca tulisan itu dan memberi respon gelengan kepala dan berlalu pergi. Kata itu juga di tulis pada gelas teh ayah, cermin di kamar ayah,dan semua peralatan yang sering digunakan ayah. Jelas saja ayah merasa risih.
Mungkin ia baru belajar menulis di sekolah dan hanya kata itu yang mungkin bisa ia tuliskan. Memang tidak ada yang bisa memperhatikan Bayu setelah ibu tiada empat tahun yang lalu. Keluarga kami penuh dengan kerenggangan.
Tak ada kehangatan. Aku dan ayah menjalani hidup masing masing. Bayu diurus oleh Bik Nah sebagai pengasuhnya. Ayah memang sering di rumah namun selalu bekerja dan bekerja di ruang kerjanya. Sementara, aku masih menikmati masa masa remaja 17 tahun.
Wajar saja aku tak peduli, aku juga butuh perhatian dan kasih sayang. Bodoh bila aku harus mengurus adik kecilku itu. Buat apa? Toh dia masih kecil.suatu saat nanti ia akan dewasa dan bisa membawa diri.
“Mbak Putri!!! Bayu boleh pinjam spidolnya nggak?? Spidol Bayu di ambil ayah...Bayu enggak bisa nulis lagi...!” ucap Bayu tiba tiba menongolkan diri tepat di depan majalah yang sedang kubaca di atas kasurku itu. Nyaris membuat aku teriak kaget.
“Enggak!!! Nanti ayah marah lagi! Sudahlah Bayu,, kamu jangan bandel!! Mbak bisa kurung kamu dikamar ntar!!”ucapku sinis.
”Ke kamar sana! Belajarlah membuat kata kata yang lebih bermakna!!” bentakku pada Bayu. Kulihat wajahnya hanya tertunduk bisu. Lalu ia menangis sambil berlari keluar dari kamarku. Segera aku menutup majalah yang kubaca, mengunci pintu kamar dan menghempaskan tubuhku ini ke kasur dan terlelap tidur.
Jarum jam menunjukkan pukul 8 malam.
“Hah???!!!!” Sudah 3 jam aku tidur sejak sore tadi. Itupun karena suara Bik Nah yang membangunkan aku.
“Non Putri!!! Bangun, Non! Ayo kita ke rumah sakit!!” teriak Bik Nah.
Aku terdiam lalu memberanikan diri bertanya,“Siapa yang sakit bik??” tanyaku bingung sambil berjalan membuka pintu kamar.
“Den Bayu Non! Ia jatuh dari atas lemari kamar ayah saat mau mengambil spidol dan alat tulisnya yang disita. Lalu Den Bayu terjatuh dan kepalanya membentur ujung kayu tempat tidur ayah!! Hiks..hiks...”cerita Bik Nah sambil menangis. Astaga....
“Memang ayah tadi kemana bik?" tanyaku panik. “Sedang mandi non...”jawabnya lagi lirih. Segera aku mengambil jaket yang tergantung di belakang pintu kamarku dan mengenakannya. Aku tak peduli dengan celana yang kukenakan, short tipis...segera kutarik tangan Bik Nah .
”Ayo cepet bik!!!” ucapku hampir menangis.
Sesampainya dirumah sakit...
Kulihat Bayu terbaring tak sadarkan diri di ruang ICU. Ia kritis. Kepala x di balut penuh oleh perban putih karena luka yang parah. Terlihat ayah berbincang serius dengan seorang dokter. Aku hanya bisa melihat adikku itu lewat kaca bening.
Aku tak sanggup melihat wajah polosnya itu setelah mengingat apa yang telah aku lakukan padanya sore tadi. Aku membuatnya menangis karena tidak meminjamkannya spidol sampai ia seperti ini. Huhuhu....tak sanggup kutahan airmata.
Aku berlari memeluk Bik Nah yang duduk di kursi berjejer ruang tunggu...hiks...hiks...isakku.
Ayah keluar dari ruang ICU melangkah menuju tempat aku dan Bik Nah yang saling berangkulan. “Putri,bisa ambilkan selimut adikmu dirumah nak...?” ucap ayah memandangiku layu.
“Ya ayah!”sambutku. Aku pun menggandeng tangan Bik Nah dan mengajaknya untuk menemaniku mengambil selimut dirumah.
Sesampainya di rumah, segera aku berlari menuju kamar adikku mengambilkan selimut untuknya. Namun tak sengaja aku melihat sebuah buku kecil tergeletak diatas meja belajar Bayu...seperti sebuah diary...ya!
Benar, itu sebuah diary. Aku terdiam sejenak memandangi diary kecil bersampul biru itu. Terpikir dalam benakku, untuk apa ada sebuah diary di kamar adikku? Bukankah dia tidak bisa menulis? Ah, lebih baik aku lihat saja langsung.
Kubuka diary itu, kupandangi tulisannya.aku kaget! Ya, ini tulisan Bayu. Sejak kapan dia pintar menulis seperti ini? Bukankah adik kecil ku itu hanya bisa menulis kata “BACA”?? Tanda tanya besar dalam kepalaku. Namun yang lebih mengejutkanku, isi dari diary itu...
Diary (lembar 1)
Bayu bangga sama ayah. Ayah hebat...! Ayah kuat..!
Bayu ingin seperti ayah. Tanpa ibu, ayah masih bisa sekolahin Bayu dan Mbak putri...
Kata bu guru, Bayu harus bangga pada ayah! Walaupun ayah tidak pernah ada waktu buat Bayu dan Mbak putri tapi ayah tetap pahlawan ayah bekerja buat Bayu dan Mbak Putry...
Ayah, Bayu ingin seperti ayah..
Diary (lembar 2)
Kata Bu guru,kalau kita bilang sayang sama orang yang kita sayang.terus kita bakalan dapet ciuman kasih sayang dari orang itu...
Bayu pengen dicium ayah...
Bayu akan selalu bilang cinta ke ayah...
Diary (lembar 3)
Bayu enggak berhasil...
Ayah hanya marah sama Bayu, ayah tidak bertanya arti dari tulisan yang Bayu buat...
Coba saja ayah bertanya, pasti Bayu kasih tahu...ini games yang seru!
Tapi ayah tetep marah sama Bayu...kapan Bayu dapat ciuman ayah???
Diary (lembar 4)
“BACA”
Betapa Aku Cinta Ayah”
Air mataku tak dapat berhenti mengalir setelah membaca tulisan seorang bocah polos...
Yang ingin kasih sayang dari ayah sampai melakukan hal sekonyol itu hingga terus terusan dimarahi. Dia anak yang pintar.
Segera aku mengambil selimut bayu dan mengontongi diary kecil itu ke sakuku. Segera aku berlari menuju mobil, kubuka pintu mobil agak kasar, kulemparkan selimut ke bangku belakang mobil.segera aku naik. Kulihat Bik Nah berlari mengikutiku dan masuk kemobil.
Aku injak gas mobil dengan kecepatan tinggi tak terkendali. Air mataku masih mengalir. Bayu...Bayu...hanya dia yang ada dalam benakku. Adik kecil yang kadang kala membuat ramai isi rumah karena kejahilannya.
Kulihat Bik Nah cemas melihatku seperti kesetanan. Untungnya kami selamat sampai di rumah sakit.
“Bibik bawain selimutnya, ya!” perintahku halus. “Ya, Non!!” jawab Bik Nah cepat. Kulihat ayah berdiri mununggu didepan ruang ICU. Kuhampiri saja.
“Ini titipan buat ayah!” ucapku sambil menyodorkan diary kecil milik Bayu kepada ayah. Ayah sedikit heran melihatku...
Aku segera duduk lemas di kursi, memandang lurus ke depan, pandangan yang kosong. Ayah membaca Diary itu lembar demi lembar....
Kulihat matanya seperti bendungan air yang hancur, menangis...
Ini bukan ayah,dalam benakku. Baru pertama kali aku melihatnya menangis. Aku dan Bik Rani serentak kaget melihat ayah spontan berlari kedalam ruang ICU tempat adik kecilku itu terbaring tak sadarkan diri.
"Ayah!" teriakku pelan sambil mengikutinya hanya sampai depan pintu ruang ICU. Di saat itu juga kusaksikan pemandangan yang tak pernah aku lihat semenjak Ibu tiada. Dari balik kaca bening pintu ruang ICU kusaksikan Ayah mencium kening Bayu, adikku yang kini lemah terbaring tak sadarkan diri karena mendambakan hal ini.
Air mataku terus mengalir haru, ayah masih mencium kening Bayu...lama...dan lama....
Hingga jantung Bayu tak berdetak lagi.
Aku saksikan layar degup jantung yang telah rata berjalan pertanda nyawa telah tiada. Ayah masih belum menyadari itu...
Kulihat para dokter sibuk mengambil peralatan penunjang degup jantung dan meletakkannya di dada Bayu. Tapi percuma....tak ada respon sedikitpun dari tubuh mungil adikku itu.
“Bayuuu...!!!!!” aku berteriak histeris masuk kedalam ruangan dan memeluk tubuh kecilnya sangat erat....giliranku kini yang menangis setelah membuatnya menangis sore tadi.
Ayah terjongkok lemas sejak dokter menggelengkan kepalanya pertanda rasa maaf atas kepergian adik kecilku itu.
“Ayah!! Bayu pergii......!!” teriakku.
Kurasakan dekap peluk ayah di tubuhku. Kurasakan...lama....
Bayu telah membuatku merasakan pelukan ini.pelukan dekap ayah. Mengapa tidak kita rasakan bersama sayang...
Maafkan Kak putry dan ayah, sayang. Kami masih berpeluk dekap berdua juga memeluk Bayu dalam hati kami.
“Putry! Takkan ayah biarkan kamu menjadi Bayu kedua...” bisik ayah pelan di telingaku.
“Ayah akan selalu ada buat kamu...! Maafkan, ayah, Bayu...!” tambahnya lagi.
Aku tersenyum dalam peluknya. Aku pejamkan mataku sejenak melukis wajah Bayu di benakku sambil berbisik
“BACA”
“Betapa Aku Cinta Ayah!” ^_^
Karangan Murrni
Oleh : Sari Wanda
2010-10-19

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pandu Putri Pamungkas Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template