Senin, 31 Desember 2012

If Youre Heart Not It In - II

0 komentar
I'm back again =D
Who miss me?
Let continue part 2 , here we go =D

If Youre Heart Not It In

Lagi-lagi angin memainkan rambutku, dan membuatku enggan untuk kembali menyibaknya. Ya, aku memang sangat malas mengatur styleku, pagi ini pun, saat pertama kali ke kampus, aku hanya mengenakan celana jeans dan kaos oblong bertuliskan ‘Jogja Istimewa’. Style simple dan merupakan favoritku.
Hari pertama di kampus bisa dikatakan cukup sukses. Aku mulai menyukai lingkungannya, kampusnya, mahasiswanya, dosennya dan segala hal tentang Stanford. Dan malam harinya, Dalla mengajakku untuk pergi. Ingin menikmati Sungai Yarra-begitu katanya. Aku pun mengiyakan, ya aku paing rajin kalau diajak jalan. Kukenakan kaos Joger dan celana jeans putih selututku. Lalu mematut diri di cermin dan sedikit mengacak rambutku, hey! cantik sekali aku malam ini, kataku memuji diri sendiri. Rasanya, aku seperti bintang Hollywood itu, dan tak sadar, aku tersenyum sendiri karena itu.
“Hey, ayo dong cepat sedikit.” Tetukan di pintu kamarku membuatku tersadar
“Iya La” segera kusahut DSLR yang dibelikan mama setahun yang lalu. Ya, aku penggemar fotografi. Dan segera turun dari lantai atas.
            Dari bawah, kulihat wajah masam Dalla, dia tak begitu suka menunggu. Dan aku pun hanya meringis sambil sedikit mengacak rambutku. Kukenakan sepatu merah pemberian Aira dan segera kususul Dalla yang terlebih dahulu meninggalkanku.
Tepi Sungai Yarra yang terletak hampir di pusat kota terlihat ramai. Kuingat sejenak, ya ini padahal bukan maalm minggu. Dalla memarkir motornya dan kemudian menarik tanganku, melepaskan topi yang sedari tadi kukenakan dan memasukkannya dalam kantong jaketnya.
“Yuk, jangan bengong aja.” Tariknya
“Iya La, eh La, suer deh ini tempat bagus banget. Gue suka. Lu emang abang gue yang paling top deh.”
“Udeh bawel, ayo ikut.”
Aku pun pasrah di genggaman tangan Dalla, mataku masih tak percaya melihat semua ini. Begitu indah ciptaanMu, subhanallah. Dan kemudian Dalla mengajakku berhenti di tempat yang agak sepi. Hanya ada beberapa orang. Tak kusia-siakan kesempatan ini untuk memotret, meskipun masih amatiran. Naluri isengku muncul, kulihat di sebelah kanan, seorang gadis cantik sedang duduk sendiri, kelihatannya sedang menunggu seseorang. Mungkin ia bisa menjadi model candidku untuk malam ini. Tak lama, seorang laki-laki berbadan atletis menghampirinya. Sekilas aku pernah melihatnya, tapi dimana?
Dalla mengajakku pulang, dan aku masih terbayang-bayang dengan laki-laki tadi, sayang dia tak membalikkan badannya. 

Dan terimakasih banyak =D 

Sabtu, 29 Desember 2012

If Youre Heart Not It In - I

0 komentar

Fanfic kedua yang kelar *sujud syukur* meskipun menyelesaikannya sampe jam 23.50 dan memerlukan perjuangan, yaitu perang dengan nyamuk. Dan ditambah lagi lampu yang mati -_- 
Cukup deh cuap-cuapnya, happy readings my beloved readers =D

 
If Youre Heart Not It In
A fanfiction by: Pandu Putri Pamungkas

“Alegra Wicessa, kalian bisa memanggilnya Ega. Ega ini berasal dari Indonesia. Saya harap kalian bisa berteman dengan Ega.” Guru muda yang sedikit eksentrik itu mengenalkanku, dan kemudian menyuruhku duduk. Ada 2 tempat duduk kosong yang kulihat, yang pertama seorang cewek jutek yang sedari tadi asik dengan IPhone di tangannya. Dan yang satunya adalah cowok keren dengan senyum tengil yang sedari tadi dipamerkannya. Kupilih duduk di samping cowok keren itu tadi.
            “Can I sit here?” kata gue meminta izin kepadanya
“Of course.” Katanya
“Ega” kata gue perkenalin diri gue
“Yes I know.”
“You?”
“Mark”
“Nice to meet you Mark.” kataku yang hanya dibalas dengat anggukan kepalanya. Sungguh menyebalkan, mungkin dia adalah orang paling jutek yang pernah gue temui. Keliatannya sih dia juga agak sombong.
“Sorry, gue mau lewat dong.” Katanya setelah sekian menit kemudian
“Oh, sure”
Dia berlalu melewatiku sambil menyeret tas hitamnya, yang –mungkin– tak ada isinya. Sekilas kuperhatikan dia, mungkin dia orang Irish, wajahnya dingin tapi hangat, entahlah mungkin aku terlalu terpesona karenanya. Mark Mark, kau itu, baru beberapa menit aku mengenalmu. Tapi engkau telah menyihirku. Haha Mark kau itu ………
Eh tapi tunggu deh, udah sekian menit tapi kok gak ada tanda-tanda Mark mau balik ya? Jangan-jangan dia………… ah, gue selalu parno deh -_- Tapi yang ini beneran, Mark gak dateng-dateng. Dan sekarang, mungkin aku sedikit mencemaskannya.
“Emm, sorry, Mark kemana?” Tanyaku pada seseorang dibelakang mejaku
“Mark? Biasa kalo jam-jam segini pasti dia ninggalin ruangan. Entahlah biasanya dia futsal di lapangan, kalo nggak gitu ngecengin mahasiswa baru di depan kampus.” jawabnya
“Oh, eh iya, gue Ega.” Kata gue mengulurkan tangan
“Shane Steven Filan, panggil saja  Shane.” Katanya membalas uluran tanganku
Sepertinya dia baik, kataku pada diri sendiri. Itulah aku, suka nge-judge orang dari tatapan pertamanya. Entah aku juga tak mengerti akan diriku.
“Shane, mau kemana?” tanyaku ketika dia mengemasi barang-barangnya
“Bentar lagi jam istirahat. Mau ikut?” tawarnya
“Boleh. Sekalian kenalin aku sama kampus ini.”
“Oke.” Katanya
***
Perlahan dia mengajakku keluar ke kelas, menginggalkan setumpuk buku di atas meja. Kemudian berjalan melewati koridor-koridor tua di sepanjang kampus. Ya, kampusku memang tergolong kampus yang tua di dunia ini, Stanford University, universitas tertua dan salah satu terbaik yang ada di United States. Sebulan yang lalu, papa dipindah tugaskan ke Negara ini, dan aku, mama, dan Kak Dalla harus ikut pindah juga. Dan terpaksa meninggalkan kuliahku disana.
“Em, Shane, where do you come from?”
“London.”
“Oh England. Udah berapa lama netap disini?” tanyaku lagi
“Baru 3 bulan. Eh iya, ngomong-ngomong nama kamu bagus. Alegra Wicessa. Simple but beauty.”
“Thanks Shane. Wicessa adalah nama marga keluargaku.”
“Nama keluargaku Filan, diambil dari nama kakek buyutku. Tapi aku tak terlalu menyukainya. Hoams”
Terlarut dalam asyiknya obrolan bersama Shane, ternyata kami telah sampai di kantin. Seperti biasa, aku memesan Crème Brulee, dessert asal Perancis cocok disaat musim seperti ini. Setelah mendapatkan apa yang kuinginkan, Shane mengajakku menuju tempat favoritnya, bangku di bawah pohon mapple di sudut beranda kantin.
Semilir angin menerebas rambut panjangku, mengajak menari mengikuti liukan kemana sang angin berhembus. Mataku tak lepas dari lapangan futsal yang terhampar di depan mata. Disana, ya disana, sosok berkemeja merah dengan lengan sedikir ditekuk ke dalam, bersepatu Hernes dan jambul coklatnya mengambang di atas rambut. Tak salah lagi, itu pasti Mark. Dia tampak tampan diterpa mentari, berlarian mengejar bola fustal bersama teman-temannya. Meskipun aku tak mengenakan kacamata bantuku, dapat kulihat jelas lekukan wajahnya.
“Shane, itu Mark kan?”
“Iya Ga, kenapa? Kamu naksir ya?”
“Ehehe, nggak kok Shane.” Kataku sambil terus tersenyum
“Oh, hati-hati loh Ga, Mark itu salah satu dari 10 mahasiswa terganteng milik Stanford.”
“Wow, pantes aja dia jutek. Ternyata orang penting ya.”
“Haha, nggak juga kok. Kalo udah kenal, Mark baik kok orangnya.” Sambut Shane dengan tawanya
“Oh iya Shane, kamu tinggal dimana?”
“Moggie Apartemen, 2 km dari kampus ini.”
“Moggie? Oh, aku di Perumahan Elleve.” Kataku antusias
“Wah, berarti kita bisa berangkat bareng dong ngampusnya.”
“Boleh-boleh.  Nanti kamu jemput aku ya.”
“Boleh, asalkan ada uang jalannya.” Katanya sambil mengerlingkan sebelah matanya
Lagi-lagi angin memainkan rambutku, dan membuatku enggan untuk kembali menyibaknya. Ya, aku memang sangat malas mengatur styleku, pagi ini pun, saat pertama kali ke kampus, aku hanya mengenakan celana jeans dan kaos oblong bertuliskan ‘Jogja Istimewa’. Style simple dan merupakan favoritku. 

Tamat be continued 

Senin, 12 November 2012

Puzzle Of My Heart - VII

0 komentar

Nah , ini nih , chapter paling gak nyambungnya . 
 
“Jadi aku kesini cuma buat tanding basket? Sayangnya aku gak bisa maen basket.”
“Eh enggak kok, tunggu sini bentar. Aku bakal balik lagi.” Katanya lalu berlalu meninggalkanku
Sekitar 10 menit aku mengunggu, dia gak juga datang. Pengennya sih mau ninggalin, tapi kasian juga dianya. Tak lama itu, dia datang. Kali ini, dengan 2 balon merah dan biru di tangannya. Ampun deh Mark, kayak anak kecil aja.
“Nih, buat kamu.” Katanya sambil memberikan keduanya buatku
“Nah, buat apa? Mau maen balon-balonan a sama aku?” tanyaku
“Nih, buat kamu juga. Petusin salah satunya. Terserah kamu”
Aku semakin tak mengerti dengan tingkahnya. Tapi, kuturuti juga kemauannya. Kupetuskan balon yang biru. Suara letusannya menggema si lapangan basket, membuatku sedikit kaget. Ada kertas di dalamnya.
“Baca kertasnya.” Pintanya
“Suatu hari, seorang malaikat akan melahirkan malaikat kecil. Dia akan mengarungi dunia ini dan bertemu denganku. Mencari celah untuk mengisi hatiku,  menjadikanku seorang yang akan melindunginya. So, would you be my girl?”
Kuserngitkan dahiku menatapnya.
“Maaf, aku tak bisa merangkai kata-kata. Hanya itu yang bisa mewakilkan perasaanku.”
“Mark? Kamu serius?”
“I’m serius hubby. So, what your answer”
“Emmm, yes I will.” Kataku malu
“What? Can you repeat?”
“Yes, I will.”
“Will? Will for what?”
“Yes, I will be your girl.”
“Em, thanks hubby”
“Urwell. Mark, udah mau maghrib deh kayaknya. Pulang yuk.” Ajakku
“Ayok.” Katanya sambil menggandeng tanganku
09 November 2012, Mark resmi menjadi pacarku.
“Selamat ya, langgeng ya sama Princenya.” Sebuah pesan masuk inbox ponselku, dari Nicky
“Kamu tau Nick?”
“Iya, tadi aku gak sengaja liat kalian berdua di lapangan basket. Sory ya aku tadi ngintip hehe.” 

Terus Nicky gimana? Tetep pantengin blog ini yah . =D
 

Pandu Putri Pamungkas Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template