Senin, 10 Januari 2011

KATAK CERDIK YANG BAIK HATI

Di tepi sebuah hutan rimba, tinggallah seorang pemuda tampan bernama Robin. Robin hidup sebatang kara.

Teman sehari-harinya hanya binatang-binatang hutan. Walau demikian, Robin mempunyai cita-cita yang luar biasanya tingginya.

Ia ingin menikahi Dewi Astrida, puteri dewa Matahari. Robin sudah menulis sepucuk surat lamaran kepada dewa Matahari.

Tetapi ia tidak tahu bagaimana harus menyampaikannya. Rumah dewa Matahari tinggi sekali di atas sana. Robin akhirnya meminta tolong sahabat-sahabatnya.

“Hai rusa! Maukah kamu mengantarkan surat ini kepada dewa Matahari?”
“Aku ingin membantumu sahabat. Tetapi aku tidak dapat terbang”, jawab rusa.

Robin lalu pergi ke tempat lain, “Hai burung Elang, tolonglah aku. Antarkan surat ini pada dewa Matahari.”
“Tidak seekor binatang pun dapat terbang setinggi itu sahabat”, seru burung Elang dengan rendah hati.

Setelah seharian keluar masuk hutan, Robin akhirnya pulang tanpa hasil. Ia terduduk sedih di atas sebuah kursi.

Di tengah keputusasaanya itu tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang dingin menempel di kakkinya. Rupanya seekor Katak!.

“Tuan…”, sapa sang Katak. “Berikanlah surat itu kepadaku. Aku mau membawanya kepada dewa Matahari.”
“Ah, Elang yang dapat terbang tinggi saja tidak sanggup. Apalagi kamu yang hanya bisa melompat!” tolak Robin ragu.

“Percayalah Tuan. Saya akan membuktikannya.”
“Benarkah?

Melihat kesungguhan Katak, akhirnya Robin percaya. Katak tahu kalau dewa Matahari dan keluarganya mengambil air minum dari sumur di tepi hutan.

Setiap pagi dilihatnya seorang dayang turun ke bumi sambil membawa sebuah buyung (tempat membawa air). Setelah penuh, buyung itu biasanya ditutup dan dibawa kembali ke rumah dewa Matahari.

Ketika hari masih pagi, Katak sudah siap menjalankan tugasnya. Dengan hati-hati digigitnyalah surat yang ia bawa.

Kemudian tanpa ragu-ragu lagi Katak melompat masuk ke dalam sumur. Dengan tenang ia tunggu kedatangan dayang dewa Matahari itu untuk mengambil air.

Tepat ketika dayang menurunkan buyungnya, Katak melompat masuk ke dalamnya. Rupanya dayang tidak mengetahuinya sehingga terbawalah ia ke rumah dewa Matahari.

Buyung berisi air itu kemudian dibuka dan diletakkan begitu saja si atas sebuah meja yang terletak di ruang khusus penyimpanan air.

Tidak begitu lama terdengar pintu ditutup. Maka melompatlah sang Katak dari dalam buyung dan meletakkan surat yang ia bawa di atas meja.

Kemudian ia melompat turun dan bersembunyi di pojok ruangan penyimpanan air itu. Beberapa menit kemudian, dewa Matahari kelihatan memasuki ruangan.

Ketika dilihatnya sebuah surat tergeletak di atas meja, dewa Matahari langsung menghampiri dan membacanya.

Ilustrasi: stephenmitchellbooks.com

Namun ia heran karena merasa tidak mengenal orang yang mengirimkan surat lamaran itu. Maka dipanggilnyalah dayang ke ruang penyimpanan air.

“Dayang, apakah kamu yang membawa surat lamaran Robin ini?”
“Tuan, hamba tidak membawa surat ini. Dan hamba juga tidak tahu siapa Robin itu”, jawab dayang pelan.

Dewa Matahari semakin penasaran. Tanpa banyak bicara diambilnyalah surat itu dan pergi keluar ruangan.

Sementara itu, pagi-pagi benar katak sudah bersiap diri pulang ke bumi. Ia sudah berada di dalam buyung kosong biasa dibawa dayang. Dan benar, pagi itu ia dapat pulang kembali ke bumi.

“Hai Katak, apa kamu membawa jawabannya?” tanya Robin ketika dilihatnya Katak mendekat.

“Tuan, dewa Matahari membaca surat tuan. Tetapi ia tidak memberikan jawabannya.”

“Apa katamu? Aku tidak percaya kalau kamu mampu ke rumah dewa Matahari,” bentak Robin sambil mengangkat tangannya dan siap memukul mati Katak.

“Jangan pukul saya”’ pinta Katak ketakutan. “Kasihanilah saya. Berilah saya kesempatan sekali lagi. Tulislah kembali sebuah surat lamaran dan pasti dewa Matahari akan membalasnya segera.”

Robin marah. Wajahnya menegang dan matanya nampak melotot tajam menatap Katak. “Aku tidak tahu bagaimana mungkin aku mempercayaimu”, katanya dengan geram.

Untuk beberapa saat kemudian yang terdengar hanya gerak turun naik nafas mereka. Robin dan Katak sama-sama diam. Di tengah kesunyian itulah Robin tiba-tiba berbicara.

“Baiklah. Aku akan memberimu kesempatan sekali lagi. Tapi ingat hanya sekali ini saja.”
“Terima kasih Tuan”, seru sang Katak gembira.

Sama seperti beberapa waktu yang lalu, Katak pergi ke rumah dewa Matahari dengan menumpang buyung dayang.

Sesampainya di ruang penampungan air diletakkannyalah surat yang ia bawa. Dan kemudian ia kembali bersembunyi di pojok ruangan.

Dewa Matahari nampak semakin penasaran. Surat dari orang yang sama ia ketemukan kembali di dalam rumahnya.

Menuruti rasa penasarannya ia periksa seluruh ruangan dengan seksama. Di bawah meja, di balik jendela, dan sekeliling ruang. Tetapi ia tidak menemukan siapa-siapa.

Maka dipanggilnyalah dayangnya. “Dayang, apakah kamu yang membawa surat ini?" tanyanya. Ternyata jawabannya sama bahwa ia tidak membawa surat lamaran itu.

Dewa Matahari menundukkan kepalanya.

“Pria yang bernama Robin ini rupanya seorang pria yang sakti. Kalau tidak sakti, bagaimana mungkin ia dapat mengirimkan surat kemari. Pasti dia adalah orang penting”, pikir sang dewa memunutuskan diri untuk membalas surat Robin.

Kepadamu yang mengirimkan surat dan meminta putriku menjadi istrimu. Dengan sepenuh hati aku menyetujui. Namun ada syaratanya. Kamu harus mengirimkan dua butir emas permata untuk membuktikan bahwa kamu dapat merawat putriku .

Begitulah bunyi surat Sang Dewa Matahari. Pagi harinya, Katak membawa surat balasan itu ke hadapan Robin.

“Oh… Katak, terima kasih. Tapi…, apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana mungkin aku mendapatkan dua butir emas permata itu?”

“Jangan khawatir Tuan. Saya siap membantumu kembali.”

“Terima kasih Katak. Semoga aku dapat membalas kebaikanmu ini. Maafkan aku atas kata-kataku yang kasar beberapa waktu yang lalu.”

“Tidak apa-apa Tuan. Dalam persahabatan kita wajib saling membantu. Sekarang Tuan bersiap-siaplah saja. Ambillah cangkul dan jangan lupa membawa bekal secukupnya.

Untuk mendapatkan dua butir emas permata itu Tuan harus bekerja keras. Percayalah, saya akan mengantarkan Tuan mendpatkan dua butir emas permata itu.”

Robin melakukan segala sesuatu yang dianjurkan Katak. Tiga hari tiga malam mereka menyusuri hutan dan menembus lebatnya dedaunan.

Kemudian lebih dari tiga hari tiga malam, Robin harus menggali lubang yang ditunjukkan sang Katak.

Akhirnya setelah bekerja sedemikian kerasnya, Robin menemukan sebuah kotak besi kuno. Kotak itu tertutup rapat dan nampak berkarat.

“Hai…, kotak apa ini?”
“Bukalah dan Tuan akan segera melihat isinya.

Dengan sebatang besi dibukanyalah kotak tua itu. Dan betapa terkejutnya Robin ketika dilihatnya dua butir emas permata ada di dalamnya. Robin kelihatan sangat gembira dan puas.

Ilustrasi: exponentialstimes.net

Keesokan harinya Katak membawa kedua butir emas permata itu pada dewa Matahari. Caranya sama ketika ia mengirimkan surat.

Ia letakkan kedua butir emas permata itu di atas meja. Dewa Matahari membelalakkan matanya manakala dilihatnya dua butir emas permata tergeletak di atas meja. Tanpa ppikir panjang lagi ditulisnya surat balasan.

“Robin, dengan kekuatan sakti dan pemberian emasmu, telah kau buktikan bahwa kamu benar-benar mencintai putriku. Aku yakin bahwa kamu pun akan mampu merawatnya dengan baik. Kamu boleh menikahi putriku. Tetapi ada satu syarat lagi. Kamu harus melangsungkan pernikahan itu di rumahku.”

“Katak”, bisik Robin setelah membaca surat dewa. “Kamu telah melakukan pekerjaan berat yang tidak seekor binatang pun mampu melakukannya. Aku mengucapkan terima kasih.

Akan tetapi kiranya semua pekerjaan itu sia-sia belaka. Bagaimana mungkin aku dapat pergi ke rumah dewa matahari? Badanku berat dan terlalu besar untuk masuk ke buyung dayang.”

“Jangan khawatir Tuan. Saya sudah memikirkan sebuah cara yang memungkinkan Tuan mencapai cita-cita Tuan.”
“Terima kasih Katak. Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk membalas kebaikanmu ini.”

Pagi harinya Katak pergi ke rumah dewa Matahari. Untuk ke sekian kalinya ia menumpang buyung dayang pengambil air.

Tidak seperti biasanya Katak menyelinap masuk ke peraduan sang putri. Dan kemudian bersembunyi di bawah tempat tidur sampai malam tiba.

Ketika dirasa sang putri sudah tertidur pulas, keluarlah Katak dari tempat persembunyiannya. Tanpa membangunkan putri, diambilnyalah suara putri dengan ilmu sihirnya.

Kemudian suara itu ia simpan ke dalam kotak ajaib yang sudah ia persiapkan. Namun tiba-tiba terdengar seseorang memasuki peraduan putri. Maka melompatlah Katak segera ke tempat persembunyiannya.

“Dayang…., apa yang terjadi dengan putriku? Mengapa dia tidak dapat bersuara?” teriak dewa setelah mengetahui anaknya hanya bisa membuka mata dan mulutnya tetapi tidak bersuara.

Dayang yang dipanggil lari tergopoh-gopoh mendekat. Akan tetapi ia juga tidak tahu mesti berbuat apa. Kabar sakitnya putri ini segera tersebar ke seluruh negeri.

Maka kesedihan melingkupi negeri dewa Matahari. Sementara itu, Katak sudah kembali ke bumi. Selanjutnya kotak ajaib kecil yang berisi suara putri ia berikan Robin.

Katanya, “Tuan, tulislah surat lagi kepada dewa. Katakanlah bahwa tuan mempunyai kesaktian yang dapat mengembalikan suara putri. Dengan satu syarat, putri harus di bawa ke bumi.”

Robin melaksanakan anjuran Katak. Lalu ditulisnyalah surat itu. Ketika tahu Robin dapat mengembalikan suara putri, tanpa pikir panjang lagi dewa Matahari mengirimkan putrinya ke bumi.

“Anakku, kemasilah seluruh pakaianmu. Pergilah ke rumah calon suamimu. Robin. Ia mempunyai kesaktian untuk menyembuhkan penyakitmu. Yakinlah anakku, ia calon suami yang baik.”

Dan terjadilah apa yang selama ini cita-citakan Robin. Putri menjadi istri Robin.

Pertolongan sang Katak mahluk kecil yang begitu cerdik telah mengantarkannya pada kebahagiaan hidupnya. Apa yang dicita-citakannya kini akhirnya dapat tercapai.

Disadur Childcraf, STORIES AND FABLES: The Clever Frog
Diterjemahkan oleh Susi Sanda
Bobo 48/XXVI

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pandu Putri Pamungkas Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template