Selasa, 14 Desember 2010

ISTANA PERAK LIBA LABA-LABA
Di tepi sungai tinggallah seekor laba-laba bernama Liba. Ia menganyam sebuah istana megah dari benang perak di tepi sungai.
Ujung istana itu tergantung di sebuh dahan rendah pohon willow tua. Liba menghiasi istananya itu dengan permata-permata dari embun.
Dinding-dinding perak berhias permata itu berkilau indah kena sinar matahari. Liba sangat bangga dengan hasil karyanya.
Ia sering berjalan di jembatan sambil mengagumi istananya. Akan tetapi, Liba sangat sedih karena tinggal sendirian di istana besar itu.
Suatu hari, Liba bermaksud mencari istri untuk menjadi ratu di istananya itu. Liba ingin sekali melamar Goldi Lalat.
Setiap hari, Goldi dan saudara-saudaranya menari di tepi sungai. Mereka berputar-putar dari pagi sampai sore. Sayap mereka berkilau keemasan ditimpa cahaya matahari.
Goldie memiliki sayap yang paling indah, seperti anyaman sinar matahari.
“Goldie, kau harus menjadi ratu di istanaku. Kau akan menari hanya untukku di ruang dansaku yang paling indah,” teriak Liba setiap hari, sambil mengikuti ke manapun Goldie pergi.
Akan tetapi Goldie tidak tertarik pada tawaran Liba. Ia lebih suka menari di alam terbuka. Akhirnya Liba laba-laba berniat menjebaknya.
Suatu malam Liba membuat jaring besar sekali berwarna perak. Ia membentangkannya dari satu tepi sungai sampai ke tepi lainnya.
Ketika matahari pagi terbit, lalat-lalat terbang ke sungai dan mulai menari.

Pada saat itulah Goldie terperangkap ke dalam jaring laba-laba. Ia sangat takut dan berteriak, “Liba, lepaskan aku! Biarkan aku menari dengan saudara-saudaraku. Aku janji akan menarikan tarian terindah untukmu!” teriak Goldie ketakutan.
Akan tetapi, Liba tidak mau membebaskan Goldie.
Ia mendekati Goldie, “Selamat datang ke istanaku yang megah. Mulai sekarang kau akan menari di ruang berlianku. Kita akan jalan jalan di istanaku sambil minum madu dari gelas perakku.”
Liba laba-laba lalu membawa Goldie ke kamar berdinding perak. Hanya sedikit sinar matahari yang masuk ke kamar itu.
Goldie tidak menyukai kamar itu. Ia juga tidak suka pada tempat tidur berlian, dan makanan yang disediakan Liba.
“Menarilah Goldie, menarilah!” Liba menyuruh Goldie. Namun Goldie tidak bersemangat. Tidak ada sinar matahari di ruangan itu.
“Kenapa kamu sangat sedih? Padahal kamu dikelilingi benda-benda indah,” keluh Liba. “Waktu kau menari di tepi sungai, senyummu sangat lebar. Sekarang kenapa kamu menangis?”
Goldie mengeluh. “Biarkan aku pergi menikmati matahari. Aku akan bahagia jika bisa menari dengan saudara-saudaraku!”
“Aku tak akan melepaskanmu,” kata Liba. “Ratu bagi istanaku tidak pantas menari dengan lalat-lalat biasa.”
Karena sedih, dari hari ke hari tubuh Goldie semakin kurus. Warna sayap dan matanya juga semakin pucat. Ia semakin lemah bahkan tak bisa lagi berdiri.

Ia hanya tiduran di atas tempat tidur peraknya. Liba akhirnya memanggil Kumbang Hitam, si dokter yang terkenal hebat.
“Sembuhkanlah Goldie. Aku akan meberimu hadiah sekarung berlian.”
Kumbang Hitam memeriksa Goldie dan berkata, “Yang bisa menyembuhkan Goldie hanyalah sinar matahari. Bawalah ia keluar, dan ia akan segar kembali.”
Liba lalu membungkus Goldie dengan selimut perak dan membawanya ke balkon berlian.
“Apa kau merasa lebih enak?” tanya Liba laba-laba.
“Ya sedikit. Tapi aku akan lebih sehat jika tidak dibungkus selimut perak yang berat ini,” bisik Goldie.
Liba menarik selimut itu dan sayap Goldie mulai terbuka segar.
“Kalau saja saudara saudaraku ada di sini, tentu aku akan semakin cepat sembuh,” gumam Goldie gembira.
Liba tak mau buang waktu. Ia lari menyeberangi jembatan berlian, menuju ke pohon willow tua. Di dekat situ ada semak bunga mawar tempat tinggal para saudara Goldie.
“Ayo bermainlah dengan Goldie di istana perakku!” teriaknya. Saudara-saudara Goldie lalu terbang berputar di atas sungai.

“Goldie, ayo begabung dengan kami!” teriak lalat-lalat itu. Goldie segara terbang ke udara. Ia menari di tengah lingkaran tarian saudara-saudaranya.
Ia menari sampai malam tiba. Lalu ia terbang pulang ke rumah kakak-kakaknya di semak mawar.
Liba menunggu di istana berliannya. Sampai matahari terbenam, Goldie tidak juga pulang. Dengan panik ia berlari ke tempat bunga Lonceng Biru.
“Lonceng Biru, bunyikan alaram! Goldie, ratu istanaku telah ilang!”
“Goldie? Si lalat bersayap emas itu?” tanya bunga Lonceng Biru.
“Ya betul,” kata Liba.
“Kalau begitu, tak udah mencari dia lagi. Dia tertidur di rumahnya. Di tempat tidurnya yang terbuat dari kelopak bunga. Ia tak mau kembali lagi ke istanamu.”
Liba kembali ke istananya sambil berteriak marah. “Awas kalian, keluarga lalat. Jangan sampai kalian menari di dekat istanaku lagi!”
Sejak itu, keluarga laba-laba selalu berjaga jaga siang dan malam. Kalau ada lalat yang tertangkap dalam jaringnya, tidak akan diberi kesempatan untuk lari.

Diceritakan kembali oleh Arsiana Susilowati
Bobo No. XXXV

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pandu Putri Pamungkas Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template