Sabtu, 29 Desember 2012

If Youre Heart Not It In - I


Fanfic kedua yang kelar *sujud syukur* meskipun menyelesaikannya sampe jam 23.50 dan memerlukan perjuangan, yaitu perang dengan nyamuk. Dan ditambah lagi lampu yang mati -_- 
Cukup deh cuap-cuapnya, happy readings my beloved readers =D

 
If Youre Heart Not It In
A fanfiction by: Pandu Putri Pamungkas

“Alegra Wicessa, kalian bisa memanggilnya Ega. Ega ini berasal dari Indonesia. Saya harap kalian bisa berteman dengan Ega.” Guru muda yang sedikit eksentrik itu mengenalkanku, dan kemudian menyuruhku duduk. Ada 2 tempat duduk kosong yang kulihat, yang pertama seorang cewek jutek yang sedari tadi asik dengan IPhone di tangannya. Dan yang satunya adalah cowok keren dengan senyum tengil yang sedari tadi dipamerkannya. Kupilih duduk di samping cowok keren itu tadi.
            “Can I sit here?” kata gue meminta izin kepadanya
“Of course.” Katanya
“Ega” kata gue perkenalin diri gue
“Yes I know.”
“You?”
“Mark”
“Nice to meet you Mark.” kataku yang hanya dibalas dengat anggukan kepalanya. Sungguh menyebalkan, mungkin dia adalah orang paling jutek yang pernah gue temui. Keliatannya sih dia juga agak sombong.
“Sorry, gue mau lewat dong.” Katanya setelah sekian menit kemudian
“Oh, sure”
Dia berlalu melewatiku sambil menyeret tas hitamnya, yang –mungkin– tak ada isinya. Sekilas kuperhatikan dia, mungkin dia orang Irish, wajahnya dingin tapi hangat, entahlah mungkin aku terlalu terpesona karenanya. Mark Mark, kau itu, baru beberapa menit aku mengenalmu. Tapi engkau telah menyihirku. Haha Mark kau itu ………
Eh tapi tunggu deh, udah sekian menit tapi kok gak ada tanda-tanda Mark mau balik ya? Jangan-jangan dia………… ah, gue selalu parno deh -_- Tapi yang ini beneran, Mark gak dateng-dateng. Dan sekarang, mungkin aku sedikit mencemaskannya.
“Emm, sorry, Mark kemana?” Tanyaku pada seseorang dibelakang mejaku
“Mark? Biasa kalo jam-jam segini pasti dia ninggalin ruangan. Entahlah biasanya dia futsal di lapangan, kalo nggak gitu ngecengin mahasiswa baru di depan kampus.” jawabnya
“Oh, eh iya, gue Ega.” Kata gue mengulurkan tangan
“Shane Steven Filan, panggil saja  Shane.” Katanya membalas uluran tanganku
Sepertinya dia baik, kataku pada diri sendiri. Itulah aku, suka nge-judge orang dari tatapan pertamanya. Entah aku juga tak mengerti akan diriku.
“Shane, mau kemana?” tanyaku ketika dia mengemasi barang-barangnya
“Bentar lagi jam istirahat. Mau ikut?” tawarnya
“Boleh. Sekalian kenalin aku sama kampus ini.”
“Oke.” Katanya
***
Perlahan dia mengajakku keluar ke kelas, menginggalkan setumpuk buku di atas meja. Kemudian berjalan melewati koridor-koridor tua di sepanjang kampus. Ya, kampusku memang tergolong kampus yang tua di dunia ini, Stanford University, universitas tertua dan salah satu terbaik yang ada di United States. Sebulan yang lalu, papa dipindah tugaskan ke Negara ini, dan aku, mama, dan Kak Dalla harus ikut pindah juga. Dan terpaksa meninggalkan kuliahku disana.
“Em, Shane, where do you come from?”
“London.”
“Oh England. Udah berapa lama netap disini?” tanyaku lagi
“Baru 3 bulan. Eh iya, ngomong-ngomong nama kamu bagus. Alegra Wicessa. Simple but beauty.”
“Thanks Shane. Wicessa adalah nama marga keluargaku.”
“Nama keluargaku Filan, diambil dari nama kakek buyutku. Tapi aku tak terlalu menyukainya. Hoams”
Terlarut dalam asyiknya obrolan bersama Shane, ternyata kami telah sampai di kantin. Seperti biasa, aku memesan Crème Brulee, dessert asal Perancis cocok disaat musim seperti ini. Setelah mendapatkan apa yang kuinginkan, Shane mengajakku menuju tempat favoritnya, bangku di bawah pohon mapple di sudut beranda kantin.
Semilir angin menerebas rambut panjangku, mengajak menari mengikuti liukan kemana sang angin berhembus. Mataku tak lepas dari lapangan futsal yang terhampar di depan mata. Disana, ya disana, sosok berkemeja merah dengan lengan sedikir ditekuk ke dalam, bersepatu Hernes dan jambul coklatnya mengambang di atas rambut. Tak salah lagi, itu pasti Mark. Dia tampak tampan diterpa mentari, berlarian mengejar bola fustal bersama teman-temannya. Meskipun aku tak mengenakan kacamata bantuku, dapat kulihat jelas lekukan wajahnya.
“Shane, itu Mark kan?”
“Iya Ga, kenapa? Kamu naksir ya?”
“Ehehe, nggak kok Shane.” Kataku sambil terus tersenyum
“Oh, hati-hati loh Ga, Mark itu salah satu dari 10 mahasiswa terganteng milik Stanford.”
“Wow, pantes aja dia jutek. Ternyata orang penting ya.”
“Haha, nggak juga kok. Kalo udah kenal, Mark baik kok orangnya.” Sambut Shane dengan tawanya
“Oh iya Shane, kamu tinggal dimana?”
“Moggie Apartemen, 2 km dari kampus ini.”
“Moggie? Oh, aku di Perumahan Elleve.” Kataku antusias
“Wah, berarti kita bisa berangkat bareng dong ngampusnya.”
“Boleh-boleh.  Nanti kamu jemput aku ya.”
“Boleh, asalkan ada uang jalannya.” Katanya sambil mengerlingkan sebelah matanya
Lagi-lagi angin memainkan rambutku, dan membuatku enggan untuk kembali menyibaknya. Ya, aku memang sangat malas mengatur styleku, pagi ini pun, saat pertama kali ke kampus, aku hanya mengenakan celana jeans dan kaos oblong bertuliskan ‘Jogja Istimewa’. Style simple dan merupakan favoritku. 

Tamat be continued 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pandu Putri Pamungkas Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template