Mendekati part-part akhir =D
Nicky’s POV
Kamu gak tau kan Put, gimana rasanya di posisiku.
Senior itu berhasil ngerebut hatimu. Aku yakin, perlahan kamu juga bakal
ngerasain yang sama. Aku berusaha nutupin, aku berusaha nahan supaya aku gak
keliatan sedih di dekatmu. Aku dingin, cuek itu sifatku. Dengan itu aku bisa
membendung hatiku. Aku, aku juga tetep pada konsistensi awalku, aku bakalan
jadi secret admirermu, aku gak akan ngerubah sikapku. Meskipun senior itu bisa
menggapaimu, nggak akan jadi masalah buat aku. I believe in miracle. Jadi
sahabatmu, selalu disampingmu, masih bisa melihat senyummu aja udah jadi
kebahagiaan buatku. Sekali lagi, aku tahu siapa kamu.
***
Sejak itu, aku semakin dekat sama Mark. Semakin dekat
juga dengan Nicky. Nicky, dia sahabatku paling baik. Dia, dia masih memiliki
hatiku. Namun, kini mulai terbagi, sayang Nick, kamu terlalu dingin. Kamu tak
mengerti diriku, kamu tak mengerti isi hatiku. Andai kamu tahu Nick. Tapi
kayaknya itu gak mungkin, Nicky, sahabatku itu, cowok dingin yang mungkin tak
pernah merasakan rasa ini. Ah kau itu Nick, kenapa kau lahir dengan sifat dingin
sih? Ah!
Mark, kau begitu baik, begitu bisa melihat apa
kemauanku, begitu bisa mengerti aku. Kau, yang secara tak sengaja mengalirkan
kehangatan itu. Kau, senior pertama yang secara perlahan mencuri hatiku. Entah
kau dan Nicky, sama-sama menempatkan dirimu di hatiku. Kelembutan sifatmu,
wajah tampanmu, tutur katamu mampu mengalihkan duniaku. Ah, aku jadi bingung
dengan diriku. Mark dan Nicky.
“Nickong, lu gak mau beliin gue bunga?” tanya gue sore
itu
“Bunga? Buat apa? Hih kayak anak kecil aja deh lu”
“Ah lu tuh, gak ada apa niatan buat bikin aku seneng
dikit aja.” Kata gue lagsung cemberut
“Ah bawel lu, ayok ikut gue ke Gramed”
“Mo ngapain?”
“Udah deh, ayok iku aja.”
Akhirnya, gue jalan ke gramed sama si Nicky. Sepulang
dari gramed. Ternyata Nicky membelokkan motornya ke Splindid –pasar burung–
entah apa yang akan orang aneh ini perbuat.
“Mo ngapain lagi?”
“Ayo ikut aja.”
“Mau beli kodok a?”
“Kagak, gue mau cari cacing. Wlek”
“Dasar lu.” Kataku dengan jitakan di kepalanya
“Awww, sakit tau. Dasar cacing gelo.” Katanya lalu
menggandeng tangan gue
Sumpah, ini tangan gue digandeng sama Nicky? Oh God.
So nerveous.
“Bang, mau kura-kura yang ini satu.” Kata Nicky di
depan stand kura-kura
“Mau kuranya aja apa sama rumanya den?” tanya abang
penjualnya
“Mau sama rumahnya bang. Sama makanyannya juga ya.”
Selesai membayar, Nicky kembali menggandeng tangan
gue. Kelihatan sedang mencari-cari sesuatu.
“Caria pa sih lu?” tanya gue
“Sesuatu”
“Apa?”
“Pokoknya”
Hoams, emang susah ngomong sama orang aneh kayak Nicky
gini.
“Bang, mau mawarnya 1 tangkai.”
“Nih buat lu.” Katanya menyerahkan setangkai bunga
mawar ke gue.
“Beneran?”
“Bawel, udah ambil aja”
“Makasih Kodok”
“Yup”
Sepanjang perjalanan pulang. Senyumku tak pernah
padam. Si cowok dingin, Nicky, ngasih gue mawar. Gue rasa itu sesuatu yang
–mungin– jarang sekali sekali dilakukannya.
“Nih, kura-kuranya buat lu. Dijaga baik-baik. Jagan
sampe mati.”
“Kok elu tau apa yang gue pengenin?”
“Apa sih yang nggak gue tau dari lu. Haha. Udah yah,
gue balik ke kost.”
“Makasih Kodok”
“Atas?”
“Mawar sama kura-kuranya.”
“Iya, makasih juga kamu udah jadi sahabat terbaikku.”
“Iya.”
Kemudian dia tancap gas
***
Pagi itu, aku kembali menemukan surat misterius di
kolong mejaku.
“Dare you: little girl with brown eye! Meet me in
middle of basketball laps at 16.45 this evening. Big hope you will come. See
you J” pasti dari Mark lagi. Ah dia itu memang mengejutkan.
16.35 PM – 10 menit dari
perjanjian
Aku datang memenuhi permintaannya. Gedung sekolah
sudah mulai sepi, mungkin masih ada beberapa siswa yang sedang ekskul, itu pun
di lapangan upacara –lapangan luar– di dalam, tak kulihat lagi siswa
berkeliaran, kecuali 1 orang itu. Asyik memantulkan benda bulat berwarna
orange, masih mengenakan olahraga warna orange pula. Dia kelihatan asyik
bermain, sampai-sampai tak menyadari kedatanganku. Aku berdiri di dekat pilar
ruang guru, kuperhatikan sekali lagi dirinya. Hey ada yang baru dari tampilannya, kacamatanya
dilepas, dan rambutnya berbeda, dia, lebih tampan dari biasanya.
Beberapa saat terdiam karenanya, dia tersadar akan
kehadiaranku. Dengan bola basket ditangan, dia menghampiriku.
“Emmm, 4 menit sebelum perjanjian. Tepat waktu ya
kamu. Hihi” katanya setelah melihat jam tangannya
“Em, iya. Biar kamunya gak nunggu Mark.” kataku
“Mau tanding basket sama aku?”
“Jadi aku kesini cuma buat tanding basket? Sayangnya
aku gak bisa maen basket.”
“Eh enggak kok, tunggu sini bentar. Aku bakal balik
lagi.” Katanya lalu berlalu meninggalkanku
0 komentar:
Posting Komentar