Fanfic kedua yang kelar *sujud syukur* meskipun menyelesaikannya sampe jam 23.50 dan memerlukan perjuangan, yaitu perang dengan nyamuk. Dan ditambah lagi lampu yang mati -_-
Cukup deh cuap-cuapnya, happy readings my beloved readers =D
If Youre Heart Not It In
A fanfiction by: Pandu Putri
Pamungkas
“Alegra Wicessa, kalian bisa memanggilnya Ega. Ega ini
berasal dari Indonesia. Saya harap kalian bisa berteman dengan Ega.” Guru muda
yang sedikit eksentrik itu mengenalkanku, dan kemudian menyuruhku duduk. Ada 2
tempat duduk kosong yang kulihat, yang pertama seorang cewek jutek yang sedari
tadi asik dengan IPhone di tangannya. Dan yang satunya adalah cowok keren
dengan senyum tengil yang sedari tadi dipamerkannya. Kupilih duduk di samping
cowok keren itu tadi.
“Can
I sit here?” kata gue meminta izin kepadanya
“Of course.” Katanya
“Ega” kata gue perkenalin diri gue
“Yes I know.”
“You?”
“Mark”
“Nice to meet you Mark.” kataku yang hanya dibalas
dengat anggukan kepalanya. Sungguh menyebalkan, mungkin dia adalah orang paling
jutek yang pernah gue temui. Keliatannya sih dia juga agak sombong.
“Sorry, gue mau lewat dong.” Katanya setelah sekian
menit kemudian
“Oh, sure”
Dia berlalu melewatiku sambil menyeret tas hitamnya,
yang –mungkin– tak ada isinya. Sekilas kuperhatikan dia, mungkin dia orang
Irish, wajahnya dingin tapi hangat, entahlah mungkin aku terlalu terpesona
karenanya. Mark Mark, kau itu, baru beberapa menit aku mengenalmu. Tapi engkau
telah menyihirku. Haha Mark kau itu ………
Eh tapi tunggu deh, udah sekian menit tapi kok gak ada
tanda-tanda Mark mau balik ya? Jangan-jangan dia………… ah, gue selalu parno deh
-_- Tapi yang ini beneran, Mark gak dateng-dateng. Dan sekarang, mungkin aku
sedikit mencemaskannya.
“Emm, sorry, Mark kemana?” Tanyaku pada seseorang
dibelakang mejaku
“Mark? Biasa kalo jam-jam segini pasti dia ninggalin
ruangan. Entahlah biasanya dia futsal di lapangan, kalo nggak gitu ngecengin
mahasiswa baru di depan kampus.” jawabnya
“Oh, eh iya, gue Ega.” Kata gue mengulurkan tangan
“Shane Steven Filan, panggil saja Shane.” Katanya membalas uluran tanganku
Sepertinya dia baik, kataku pada diri sendiri. Itulah
aku, suka nge-judge orang dari tatapan pertamanya. Entah aku juga tak mengerti
akan diriku.
“Shane, mau kemana?” tanyaku ketika dia mengemasi
barang-barangnya
“Bentar lagi jam istirahat. Mau ikut?” tawarnya
“Boleh. Sekalian kenalin aku sama kampus ini.”
“Oke.” Katanya
***
Perlahan dia mengajakku keluar ke kelas, menginggalkan
setumpuk buku di atas meja. Kemudian berjalan melewati koridor-koridor tua di
sepanjang kampus. Ya, kampusku memang tergolong kampus yang tua di dunia ini, Stanford
University, universitas tertua dan salah satu terbaik yang ada di United States.
Sebulan yang lalu, papa dipindah tugaskan ke Negara ini, dan aku, mama, dan Kak
Dalla harus ikut pindah juga. Dan terpaksa meninggalkan kuliahku disana.
“Em, Shane, where do you come from?”
“London.”
“Oh England. Udah berapa lama netap disini?” tanyaku
lagi
“Baru 3 bulan. Eh iya, ngomong-ngomong nama kamu
bagus. Alegra Wicessa. Simple but beauty.”
“Thanks Shane. Wicessa adalah nama marga keluargaku.”
“Nama keluargaku Filan, diambil dari nama kakek
buyutku. Tapi aku tak terlalu menyukainya. Hoams”
Terlarut dalam asyiknya obrolan bersama Shane,
ternyata kami telah sampai di kantin. Seperti biasa, aku memesan Crème Brulee, dessert
asal Perancis cocok disaat musim seperti ini. Setelah mendapatkan apa yang
kuinginkan, Shane mengajakku menuju tempat favoritnya, bangku di bawah pohon
mapple di sudut beranda kantin.
Semilir angin menerebas rambut panjangku, mengajak
menari mengikuti liukan kemana sang angin berhembus. Mataku tak lepas dari
lapangan futsal yang terhampar di depan mata. Disana, ya disana, sosok
berkemeja merah dengan lengan sedikir ditekuk ke dalam, bersepatu Hernes dan jambul coklatnya mengambang
di atas rambut. Tak salah lagi, itu pasti Mark. Dia tampak tampan diterpa
mentari, berlarian mengejar bola fustal bersama teman-temannya. Meskipun aku
tak mengenakan kacamata bantuku, dapat kulihat jelas lekukan wajahnya.
“Shane, itu Mark kan?”
“Iya Ga, kenapa? Kamu naksir ya?”
“Ehehe, nggak kok Shane.” Kataku sambil terus
tersenyum
“Oh, hati-hati loh Ga, Mark itu salah satu dari 10
mahasiswa terganteng milik Stanford.”
“Wow, pantes aja dia jutek. Ternyata orang penting
ya.”
“Haha, nggak juga kok. Kalo udah kenal, Mark baik kok
orangnya.” Sambut Shane dengan tawanya
“Oh iya Shane, kamu tinggal dimana?”
“Moggie Apartemen, 2 km dari kampus ini.”
“Moggie? Oh, aku di Perumahan Elleve.” Kataku antusias
“Wah, berarti kita bisa berangkat bareng dong
ngampusnya.”
“Boleh-boleh.
Nanti kamu jemput aku ya.”
“Boleh, asalkan ada uang jalannya.” Katanya sambil
mengerlingkan sebelah matanya
Lagi-lagi angin memainkan rambutku, dan membuatku
enggan untuk kembali menyibaknya. Ya, aku memang sangat malas mengatur styleku,
pagi ini pun, saat pertama kali ke kampus, aku hanya mengenakan celana jeans
dan kaos oblong bertuliskan ‘Jogja Istimewa’. Style simple dan merupakan
favoritku.
0 komentar:
Posting Komentar